Jumat, 06 Mei 2016

Pemberian Obat Epidural



TUGAS KONSEP DASAR KEBIDANAN II
PEMBERIAN OBAT EPIDURAL
Dosen Pengampu : Vitrianingsih, S.ST, M.Kes


DISUSUN OLEH :
Nama  :  Okni Teistarara
Nim     :  15140013
Kelas   : B12.1
Prodi   : DIV Bidan Pendidik






FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2015/2016

Tahap Pemberian Suntikan Epidural

Suntikan Epidural
Menjelang akhir persalinan tahap pertama dan saat persalinan tahap kedua, umumnya bantuan lebih lanjut untuk mengurangi rasa sakit dan tidak nyaman adalah anestesi atau pembiusan. Pembiusan yang populer di Indonesia adalah epidural atau painless labour. Pembiusan ini memblok rasa sakit di rahim, leher rahim, dan bagian atas vagina. Meskipun demikian, otot panggul tetap dapat melakukan gerakan rotasi kepala bayi untuk keluar melalui jalan lahir. Ibu tetap sadar dan bisa mengejan ketika diperlukan meskipun dibius.
 Indikasi
 Pada umumnya indikasi epidural anestesi sama dengan spinal anestesi. Sebagai keuntungan epidural anestesi adalah anestesi dapat diberikan secara kontinyu setelah penempatan cateter epidural, oleh karena  itu tehnik ini cocok untuk  pembedahan yang lama dan  analgesia  setelah pembedahan.
Indikasi Khusus :
a.    Pembedahan sendi panggul dan lutut.
b.   Revaskularisasi ektremitas bawah
c.    Persalinan.
d.    Penanganan nyeri post operasi.
Prosedur
A.     Persiapan peralatan dan Jarum epidural.
 Obat-obatan  serta mesin anestesia disiapkan sebelum penderita masuk ruangan ; begitu pula dengan monitor standar. Persiapan termasuk vasopressor untuk mencegah hipotensi, oksigen suplemen melalui nasal kanula atau masker untuk mengatasi depresi pernapasan akibat sedatif atau anestetik.
Pada umumnya jarum weiss atau tuohy ukuran 17 yang digunakan untuk ideintifikasi ruang epidural. Jarum ini mempunyai stylet dan ujungnya tumpul dengan lubang pada sisi lateral dan mempunyai dinding tipis yang dapat dilalui kateter ukuran 20. Jarum ukuran 22 sering digunakan untuk tehnik dosis tunggal.
B.     Menentukan posisi pasien
Pasien dapat diposisikan pada posisi duduk, posisi lateral atau posisi prone dengan pertimbangan yang sama dengan anestesi spinal.


C.    Identifikasi  Ruang epidural.
Ruang epidural  teridentifikasi setelah ujung jarum melewati ligamentum flavum dan menimbulkan tekanan negatif pada ruang epidural.  Metode untuk identifikasi  ini dibagi dalam dua kategori : loss of resistance tehnik dan hanging drop tehnik.
1.     Loss of resistence tehnik.
Mengarahkan jarum melewati  kulit masuk kedalam ligamentum interspinosus, dimana dibuktikan oleh adanya tahanan. Pada saat ini intraduser  dikeluarkan dan jarum dihubungkan dengan spoit yang diisi dengan udara atau Nacl 0,9 %, kemudian tusukan dilanjutkan  sampai keruang epidural.
Ada dua  cara mengendalikan kemajuan  penempatan jarum. Pertama menempatkan  dua jari menggenggam  spoit dan jarum dengan  tekanan tetap  pada pangkalnya sehingga jarum begerak   kedepan sampai jarum masuk kedalam ruang epidural.  Pendekatan lain dengan menempatkan   jarum beberapa millimeter dan saat itu dihentikan dan kendalikan dengan hati-hati. Dorsum tangan non dominan menyokong belakang pasien dengan ibu jari dan jari tengah  memegang poros jarum. Tangan non dominan mengontrol masuknya jarum epidural dan setelah itu ibu jari tangan dominan menekan fluger dari spoit. Ketika ujung jarum berada dalam ligamentum fluger tidak bisa ditekan dan dipantulkan kembali, tetapi ketika jarum masuk ruang epidural terasa kehilangan tahanan dan fluger mudah ditekan dan tidak dipantulkan kembali
2.     Hanging Drop tehnik.
Dengan tehnik ini jarum ditempatkan pada ligamentum intrspinosus , pangkal jarum  diisi dengan cairan Nacl 0,9 % sampai  tetesan menggantung dari  pangkal jarum. Selama jarum melewati struktur  ligamen  tetesan tidak bergerak; akan tetapi waktu ujung jarum melewati ligamentum flavum dan masuk dalam ruang epidural, tetesan cairan ini terisap masuk oleh karena adanya tekanan negatif dari ruang epidural.   Jika jarum menjadi  tersumbat, atau tetesan cairan tidak akan terisap masuk maka jarum telah melewati ruang epidural yang ditandai dengan cairan  serebrospinal pada pungsi dural.         
 
Gambar.  Cara memasukkan jarum kedalam ruang epidural
D.    Pilihan tingkat block.
Anestesia  epidural  dapat dilakukan pada salah satu dari empat segmen dari tulang belakang (cervical, thoracic, lumbar, sacral). Anestesia epidural pada segmen sacralis biasanya disebut sebagai anesthesia caudal.
1.     Lumbar epidural anesthesia.
a.     Midline  approach.
Pasien diposisikan, dipersiapkan dan ditutup kain steril dan diidentifikasi  interspace L4-5 sejajar Krista iliaka. Interspace dipilih dengan palpasi apakah level L3-4 atau L4-5. Jarum ukuran 25 digunakan untuk anestesi local dengan infiltrasi dari suferfisial sampai kedalam ligamentum interspinosa dan supraspinosa. Jarum ukuran 18 G dibuat tusukan kulit untuk dapat dilalui jarum epidural. Jarum epidural dimasukkan  terus pada tusukan kulit dan dilanjutkan kearah sedikit kecephalad untuk   memperkirakan lokasi ruang interlaminar dan sebagai dasar adalah pada perocesus spinosus superior. Setelah jarum masuk pada struktur ligamentum , spoit dihubungkan  dengan jarum dan tahanan diidentifikasi. Poin utama disini bahwa adanya perasaan jarum masuk pada struktur ligamentum. Apabila perasaan kurang jelas adalah akibat tahanan pada otot paraspinosus atau lapisan lemak mengakibatkan injeksi local anestesi kedalam ruang lain dari pada ruang epidural dan terjadi gagal blok. Apabila ini terjadi penempatan jarum pada ligamentum diperbaiki, kemudian jarum dilanjutkan masuk keruang epidural dan loss of resistensi diidentifikasi dengan Hati-hati.

 
Gambar.  anestesi epidural lumbal: pendekatan median.
b.    Paramedian approach
Biasanya dipilih pada kasus dimana  operasi atau penyakit sendi degeratif sebelumnya ada kontra indikasi dengan median approach. Pasien diposisikan, dipersiapkan dan  ditutupi kain streril seperti pada mid line approach. Jarum ditusukkan kira-kira 2-4 cm kelateral garis tengah pada bagian bawah processus spinosus  superior. Tusukan kulit dibuat dan jarum epidura langsung  diarahkan kecephalad  seperti pada median approach dan kemudian jarum dilanjutkan kearah midline.  Setelah strukur dermal ditembusi spoit dihubungkan dengan jarum dan  selanjutnya jarum masuk masa otot psraspinosus akan terasa tahanan minimal dan kemudian sampai   ada peningkatan tahanan yang tiba-tiba ketika jarum sampai pada ligamentum flavum. Jika jarum telah melewati ligamentum flavum dan setelah loss of resiten teridentifikasi maka jarum telah masuk kedalam ruang epidural.

Gambar.  Anestesia epidural lumbal : pendekatan paramedian
2.     Thoracic epidural anesthesia.
Thoracic epidural anesthesia adalah tehnik yang lebih sulit  dari pada lumbar epidural anesthesia , dan kemungkinan untuk  trauma pada medulla spinalis adalah besar. OLeh karena itu, yang penting bahwa praktisi  sepenuhnya familiar dengan  lumbar epidural anesthesia sebelum  mencoba thoracic epidural block.
a.   Midline approach
Interspase lebih sering diidentifikasi  dengan  pasien pada posisi duduk. Pada segmen atas thoracic, sudut  processus spinosus lebih miring dan  curam  kearah kepala. Jarum dimasukkan melewati jarak yang relatif pendek mencapai ligamentum supraspinous dan  interspinous, dan ligamentum flavum diidentifikasi biasanya tidak lebih dari 3-4 cm dibawah kulit. Kehilangan tahanan yang tiba-tiba adalah  tanda masuk dalam ruang epidural. Semua tehnik epidural anesthesia  diatas regio lumbal kemungkinan  kontak langsung dengan medulla spinalis  harus dipertimbangkan selama mengidentifikasi ruang epidural. Jika  didapatkan nyeri yang membakar kemungkinan bahwa jarum epidural kontak langsung dengan medulla spinalis harus dipertimbangkan dan jarum  harus dengan segera dipindahkan. Kontak berulang dengan tulang dan tidak didapatkan ligamentum atau ruang epidural adalah indikasi untuk merubah pada pendekatan paramedian.

 

Gambar. Epidural anestesia thorakal : pendekatan median.
b.       Paramedian approach.
Pada pendekatan paramedian , interspase diidentifikasi dan jarum ditusukkan kira-kira 2 cm kelateral garis tengah pada pinggir kaudal prosesus spinosus superior. Pada tehnik ini jarum ditempatkan hampir tegak lurus pada kulit dengan  sudut minimal  10-15 derajat kearah midline  dan dilanjutkan sampai lamina  atau pedikle dari tulang belakang disentuh. Jarum ditarik kebelakang  dan ditujukan kembali  agak kecephalad. Jika tehnik ini sempurna  ujung jarum akan kontak dengan ligamentum flavum. Spoit dihubungkan dengan jarum, dan pakai tehnik loss of resistence atau hanging drop untuk mengidentifikasi ruang epidural. Sama dengan paramedian approach pada regio lumbar, jarum harus  dilanjutkan sebelum ligamentum flavum dilewati dan ruang epidural didapatkan.

Gambar. Anestesi epidural thorakal : pendekatan paramedian.


3.     Cervical epidural anesthesia.
Tehnik ini khusus dilakukan  dengan pasien pada posisi duduk dan leher  difleksikan. Jarum epidural dimasukkan pada midline khususnya pada interspase C5-C6 atau C6-C7  dan ditusukkan secara relatif datar  kedalam ruang epidural dengan memakai tehinik  loss of resistence dan lebih sering dengan hanging drop.

Gambar. Anestesia epidural cervical : pendekatan median.
E.    Penempatan  kateter.
Kateter epidural  digunakan untuk injeksi ulang  anestesi local pada operasi yang lama dan pemberian analgesia post operasi.
(1). Kateter radiopaq ukuran 20 disusupkan melalui jarum epidural, ketika bevel diposisikan kearah cephalad. Jika kateter berisi stylet kawat, harus ditarik kembali1-2 cm untuk menurunkan insiden parestesia dan pungsi dural atau vena.
(2). Kateter dimasukkan 2-5 cm ke dalam ruang epidural. Pasien dapat mengalami parasthesia yang tiba-tiba dan biasanya terjadi dalam waktu yang singkat. Jika kateter tertahan, kateter harus direposisikan. Jika kateter harus ditarik kembali, maka kateter dan jarum dikeluarkan bersama-sama.
(3). Jarak dari permukaan belakang pasien diberi tanda pada pengukuran kateter.
(4). Jarum ditarik kembali secara hati-hati melalui kateter dan jarak dari bagian belakang pasien yang diberi tanda pada kateter diukur lagi. Jika kateter telah masuk, kateter ditarik kembali 2-3 cm dari ruang epidural.
(5). Bila kateter sudah sesuai kemudian dihubungkan dengan spoit. Aspirasi dapat dilakukan untuk mengecek adanya darah atau cairan serebrospinal, dan kemudian kateter diplester dengan kuat pada bagian belakang pasien dengan ukuran yang besar, bersih dan diperkuat dengan pembalutan.
F.     Obat-obatan untuk anestesi  epidural.
Anestetik local.
Tabel. Anestetik local  untuk anesthesia  epidural
Obat
Konsentrasi
Lama anesthesia dengan epinefrin (menit)
Chloroprokain
Lidokain
Mepivakain
Bupivakain
Etidokain
2 – 3  %
1,5  %
1,5  %
0,5  %
1,0  %
60
60 – 90
90 – 120
>  180
>  150
Epinefrin.
Penambahan epinefrin (5 mg/ml)  kedalam anestesi local yang disuntikkan kedalam  ruang epidural tidak hanya memperpanjang efeknya  dengan cara menekan absorbsi, menurunkan konsentrasi obat dalam darah dan juga mengurangi keracunan sitemik. Epinefrin juga mengurangi suatu kelainan akibat penyuntikan intravaskuler.  Sejumlah kecil epinefrin diabsorbsi dari ruang epidural yang akan  membentuk efek beta adrenergik, peningkatan tahanan pembuluh darah sistemik dan peningkatan denyut jantung.
Dosis  anestesi.
Volume larutan anestetik yang tepat untuk anesthesia epidural lumbal berkisar dari 15 – 25 ml. Studi pada sukarelawan muda menunjukkan kebutuhan rata-rata adala 1,6  ml per segemen spinal yang dianestesi. Pada ruang epidural torakal yang sempit kurang lebih dibutuhkan setengahnya. Pasien yang tua, pasien hamil, dan pasien dengan tekanan intra  abdominal  yang meningkat diperlukan volume anestetik local lebih sedikit untuk mencapai distribusi yang diberikan.

Di bawah ini keuntungan penggunaan epidural.
• Delapan puluh persen ibu berhasil mengatasi rasa sakit.
• Tidak mengacaukan pikiran.
• Membantu dalam mengontrol tekanan darah tinggi.
• Mengembalikan kemampuan ibu mengontrol persalinan sehingga mengembalikan rasa percaya diri.
• Kini, epidural lebih canggih. Penggunaannya tidak memberi efek kebas pada kaki dan tangan.
Berikut ini kerugian penggunaan epidural.
• Mungkin, ibu merasa mati rasa hanya di sebagian tubuh. Sebagian kecil perut tidak mengalami efek pembiusan.
• Ibu harus tetap di tempat tidur dan merasa sangat menggigil.
• Mungkin, ibu membutuhkan infus di tangan karena epidural membuat tekanan darah beberapa wanita turun. Efeknya kurang baik bagi suplai oksigen ke bayi. Cara pencegahannya, tambah segera volume darah untuk membuat tekanan darah normal kembali.
• Mungkin, kateter terpasang di kandung kemih ibu. Penggunaan epidural menyebabkan ibu tidak dapat memperkirakan waktu untuk buang air kecil sehingga ibu buang air kecil secara otomatis.
• Mungkin, ibu merasa tidak sepenuhnya sadar. Dengan terpasangnya tiga tabung di tubuhnya, ibu harus diberi tahu saatnya mengejan jika efek pembiusan belum hilang pada tahap melahirkan.
• Epidural dapat memperpanjang waktu persalinan, khususnya fase mengejan dan melahirkan bayi.
• Denyut jantung bayi harus dimonitor sepanjang waktu.
• Ada kemungkinan penggunaan forsep atau vacum untuk membantu kelahiran bayi karena seringkali epidural membuat bayi tidak dapat bergerak ke posisi yang pas untuk dikeluarkan.
• Pada saat jarum epidural dicabut dan tabungnya dilepas, kemungkinan ada kebocoran cairan rongga epidura. Cairan ini dapat bergesekan dengan serabut saraf tulang belakang. Padahal, pergesekan sedikit saja dapat menimbulkan sakit kepala berat. Hal ini dapat diatasi dengan mengambil sedikit darah dari tangan ibu. Biasanya, sehari setelah kelahiran bayi dan menyuntikkannya ke punggung untuk menutup lubang akibat jarum epidural.
• Beberapa ibu mendapat masalah berkemih setelah menggunakan epidural.
• Epidural tidak dapat digunakan pada persalinan di rumah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar