TUGAS KONSEP DASAR KEBIDANAN II
PEMBERIAN OBAT EPIDURAL
Dosen Pengampu : Vitrianingsih, S.ST, M.Kes
DISUSUN OLEH :
Nama : Okni Teistarara
Nim : 15140013
Kelas : B12.1
Prodi : DIV Bidan Pendidik
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2015/2016
Tahap Pemberian Suntikan
Epidural
Menjelang akhir persalinan tahap pertama dan saat
persalinan tahap kedua, umumnya bantuan lebih lanjut untuk mengurangi rasa
sakit dan tidak nyaman adalah anestesi atau pembiusan. Pembiusan yang populer
di Indonesia adalah epidural atau painless labour. Pembiusan ini
memblok rasa sakit di rahim, leher rahim, dan bagian atas vagina. Meskipun
demikian, otot panggul tetap dapat melakukan gerakan rotasi kepala bayi untuk
keluar melalui jalan lahir. Ibu tetap sadar dan bisa mengejan ketika diperlukan
meskipun dibius.
Indikasi
Pada umumnya indikasi
epidural anestesi sama dengan spinal anestesi. Sebagai keuntungan epidural
anestesi adalah anestesi dapat diberikan secara kontinyu setelah penempatan
cateter epidural, oleh karena itu tehnik ini cocok untuk pembedahan
yang lama dan analgesia setelah pembedahan.
Indikasi Khusus :
a. Pembedahan sendi panggul dan lutut.
b. Revaskularisasi ektremitas bawah
c. Persalinan.
d. Penanganan nyeri post operasi.
Prosedur
A.
Persiapan peralatan dan Jarum epidural.
Obat-obatan
serta mesin anestesia disiapkan sebelum penderita masuk ruangan ; begitu
pula dengan monitor standar. Persiapan termasuk vasopressor untuk mencegah
hipotensi, oksigen suplemen melalui nasal kanula atau masker untuk mengatasi
depresi pernapasan akibat sedatif atau anestetik.
Pada umumnya jarum weiss atau tuohy ukuran 17 yang digunakan
untuk ideintifikasi ruang epidural. Jarum ini mempunyai stylet dan ujungnya
tumpul dengan lubang pada sisi lateral dan mempunyai dinding tipis yang dapat
dilalui kateter ukuran 20. Jarum ukuran 22 sering digunakan untuk tehnik dosis
tunggal.
B.
Menentukan posisi pasien
Pasien dapat diposisikan pada posisi duduk, posisi lateral
atau posisi prone dengan pertimbangan yang sama dengan anestesi spinal.
C. Identifikasi Ruang
epidural.
Ruang epidural teridentifikasi setelah ujung jarum
melewati ligamentum flavum dan menimbulkan tekanan negatif pada ruang epidural.
Metode untuk identifikasi ini dibagi dalam dua kategori : loss of
resistance tehnik dan hanging drop tehnik.
1.
Loss of resistence tehnik.
Mengarahkan jarum melewati kulit masuk kedalam
ligamentum interspinosus, dimana dibuktikan oleh adanya tahanan. Pada saat ini
intraduser dikeluarkan dan jarum dihubungkan dengan spoit yang diisi
dengan udara atau Nacl 0,9 %, kemudian tusukan dilanjutkan sampai keruang
epidural.
Ada dua cara mengendalikan kemajuan penempatan
jarum. Pertama menempatkan dua jari menggenggam spoit dan jarum
dengan tekanan tetap pada pangkalnya sehingga jarum
begerak kedepan sampai jarum masuk kedalam ruang epidural.
Pendekatan lain dengan menempatkan jarum beberapa millimeter dan
saat itu dihentikan dan kendalikan dengan hati-hati. Dorsum tangan non dominan
menyokong belakang pasien dengan ibu jari dan jari tengah memegang poros
jarum. Tangan non dominan mengontrol masuknya jarum epidural dan setelah itu
ibu jari tangan dominan menekan fluger dari spoit. Ketika ujung jarum berada
dalam ligamentum fluger tidak bisa ditekan dan dipantulkan kembali, tetapi
ketika jarum masuk ruang epidural terasa kehilangan tahanan dan fluger mudah
ditekan dan tidak dipantulkan kembali
2. Hanging
Drop tehnik.
Dengan tehnik ini jarum ditempatkan pada ligamentum
intrspinosus , pangkal jarum diisi dengan cairan Nacl 0,9 % sampai
tetesan menggantung dari pangkal jarum. Selama jarum melewati
struktur ligamen tetesan tidak bergerak; akan tetapi waktu ujung
jarum melewati ligamentum flavum dan masuk dalam ruang epidural, tetesan cairan
ini terisap masuk oleh karena adanya tekanan negatif dari ruang
epidural. Jika jarum menjadi tersumbat, atau tetesan cairan
tidak akan terisap masuk maka jarum telah melewati ruang epidural yang ditandai
dengan cairan serebrospinal pada pungsi
dural.
Gambar. Cara memasukkan
jarum kedalam ruang epidural
D. Pilihan
tingkat block.
Anestesia epidural dapat dilakukan pada salah
satu dari empat segmen dari tulang belakang (cervical, thoracic, lumbar,
sacral). Anestesia epidural pada segmen sacralis biasanya disebut sebagai
anesthesia caudal.
1.
Lumbar epidural anesthesia.
a. Midline approach.
Pasien diposisikan, dipersiapkan dan ditutup kain steril dan
diidentifikasi interspace L4-5 sejajar Krista iliaka. Interspace dipilih
dengan palpasi apakah level L3-4 atau L4-5. Jarum ukuran 25 digunakan untuk
anestesi local dengan infiltrasi dari suferfisial sampai kedalam ligamentum
interspinosa dan supraspinosa. Jarum ukuran 18 G dibuat tusukan kulit untuk
dapat dilalui jarum epidural. Jarum epidural dimasukkan terus pada
tusukan kulit dan dilanjutkan kearah sedikit kecephalad untuk
memperkirakan lokasi ruang interlaminar dan sebagai dasar adalah pada perocesus
spinosus superior. Setelah jarum masuk pada struktur ligamentum , spoit
dihubungkan dengan jarum dan tahanan diidentifikasi. Poin utama disini
bahwa adanya perasaan jarum masuk pada struktur ligamentum. Apabila perasaan
kurang jelas adalah akibat tahanan pada otot paraspinosus atau lapisan lemak
mengakibatkan injeksi local anestesi kedalam ruang lain dari pada ruang
epidural dan terjadi gagal blok. Apabila ini terjadi penempatan jarum pada
ligamentum diperbaiki, kemudian jarum dilanjutkan masuk keruang epidural dan
loss of resistensi diidentifikasi dengan Hati-hati.
Gambar. anestesi
epidural lumbal: pendekatan median.
b. Paramedian approach
Biasanya dipilih pada kasus dimana operasi atau
penyakit sendi degeratif sebelumnya ada kontra indikasi dengan median approach.
Pasien diposisikan, dipersiapkan dan ditutupi kain streril seperti pada
mid line approach. Jarum ditusukkan kira-kira 2-4 cm kelateral garis tengah
pada bagian bawah processus spinosus superior. Tusukan kulit dibuat dan
jarum epidura langsung diarahkan kecephalad seperti pada median
approach dan kemudian jarum dilanjutkan kearah midline. Setelah strukur
dermal ditembusi spoit dihubungkan dengan jarum dan selanjutnya jarum
masuk masa otot psraspinosus akan terasa tahanan minimal dan kemudian
sampai ada peningkatan tahanan yang tiba-tiba ketika jarum sampai
pada ligamentum flavum. Jika jarum telah melewati ligamentum flavum dan setelah
loss of resiten teridentifikasi maka jarum telah masuk kedalam ruang epidural.
Gambar. Anestesia epidural lumbal : pendekatan
paramedian
2.
Thoracic epidural anesthesia.
Thoracic epidural anesthesia adalah tehnik yang lebih
sulit dari pada lumbar epidural anesthesia , dan kemungkinan untuk
trauma pada medulla spinalis adalah besar. OLeh karena itu, yang penting bahwa
praktisi sepenuhnya familiar dengan lumbar epidural anesthesia
sebelum mencoba thoracic epidural block.
a. Midline approach
Interspase lebih sering diidentifikasi dengan
pasien pada posisi duduk. Pada segmen atas thoracic, sudut processus spinosus
lebih miring dan curam kearah kepala. Jarum dimasukkan melewati
jarak yang relatif pendek mencapai ligamentum supraspinous dan
interspinous, dan ligamentum flavum diidentifikasi biasanya tidak lebih dari
3-4 cm dibawah kulit. Kehilangan tahanan yang tiba-tiba adalah tanda
masuk dalam ruang epidural. Semua tehnik epidural anesthesia diatas regio
lumbal kemungkinan kontak langsung dengan medulla spinalis harus
dipertimbangkan selama mengidentifikasi ruang epidural. Jika didapatkan
nyeri yang membakar kemungkinan bahwa jarum epidural kontak langsung dengan
medulla spinalis harus dipertimbangkan dan jarum harus dengan segera
dipindahkan. Kontak berulang dengan tulang dan tidak didapatkan ligamentum atau
ruang epidural adalah indikasi untuk merubah pada pendekatan paramedian.
Gambar. Epidural anestesia thorakal :
pendekatan median.
b. Paramedian approach.
Pada pendekatan paramedian , interspase diidentifikasi dan
jarum ditusukkan kira-kira 2 cm kelateral garis tengah pada pinggir kaudal prosesus
spinosus superior. Pada tehnik ini jarum ditempatkan hampir tegak lurus pada
kulit dengan sudut minimal 10-15 derajat kearah midline dan
dilanjutkan sampai lamina atau pedikle dari tulang belakang disentuh.
Jarum ditarik kebelakang dan ditujukan kembali agak kecephalad.
Jika tehnik ini sempurna ujung jarum akan kontak dengan ligamentum
flavum. Spoit dihubungkan dengan jarum, dan pakai tehnik loss of resistence
atau hanging drop untuk mengidentifikasi ruang epidural. Sama dengan paramedian
approach pada regio lumbar, jarum harus dilanjutkan sebelum ligamentum
flavum dilewati dan ruang epidural didapatkan.
Gambar. Anestesi epidural
thorakal : pendekatan paramedian.
3.
Cervical epidural anesthesia.
Tehnik ini khusus dilakukan dengan pasien pada posisi
duduk dan leher difleksikan. Jarum epidural dimasukkan pada midline
khususnya pada interspase C5-C6 atau C6-C7 dan ditusukkan secara relatif
datar kedalam ruang epidural dengan memakai tehinik loss of
resistence dan lebih sering dengan hanging drop.
Gambar. Anestesia epidural cervical : pendekatan median.
E.
Penempatan kateter.
Kateter epidural digunakan untuk injeksi ulang
anestesi local pada operasi yang lama dan pemberian analgesia post operasi.
(1). Kateter radiopaq ukuran 20 disusupkan melalui jarum
epidural, ketika bevel diposisikan kearah cephalad. Jika kateter berisi stylet
kawat, harus ditarik kembali1-2 cm untuk menurunkan insiden parestesia dan
pungsi dural atau vena.
(2). Kateter dimasukkan 2-5 cm ke dalam ruang epidural.
Pasien dapat mengalami parasthesia yang tiba-tiba dan biasanya terjadi dalam
waktu yang singkat. Jika kateter tertahan, kateter harus direposisikan. Jika
kateter harus ditarik kembali, maka kateter dan jarum dikeluarkan bersama-sama.
(3). Jarak dari permukaan belakang pasien diberi tanda pada
pengukuran kateter.
(4). Jarum ditarik kembali secara hati-hati melalui kateter
dan jarak dari bagian belakang pasien yang diberi tanda pada kateter diukur
lagi. Jika kateter telah masuk, kateter ditarik kembali 2-3 cm dari ruang
epidural.
(5). Bila kateter sudah sesuai kemudian dihubungkan dengan
spoit. Aspirasi dapat dilakukan untuk mengecek adanya darah atau cairan
serebrospinal, dan kemudian kateter diplester dengan kuat pada bagian belakang
pasien dengan ukuran yang besar, bersih dan diperkuat dengan pembalutan.
F.
Obat-obatan untuk anestesi epidural.
Anestetik local.
Tabel. Anestetik local untuk
anesthesia epidural
Obat
|
Konsentrasi
|
Lama anesthesia dengan epinefrin (menit)
|
Chloroprokain
Lidokain
Mepivakain
Bupivakain
Etidokain
|
2 – 3 %
1,5 %
1,5 %
0,5 %
1,0 %
|
60
60 – 90
90 – 120
> 180
> 150
|
Epinefrin.
Penambahan epinefrin (5 mg/ml) kedalam anestesi local
yang disuntikkan kedalam ruang epidural tidak hanya memperpanjang
efeknya dengan cara menekan absorbsi, menurunkan konsentrasi obat dalam
darah dan juga mengurangi keracunan sitemik. Epinefrin juga mengurangi suatu
kelainan akibat penyuntikan intravaskuler. Sejumlah kecil epinefrin
diabsorbsi dari ruang epidural yang akan membentuk efek beta adrenergik,
peningkatan tahanan pembuluh darah sistemik dan peningkatan denyut jantung.
Dosis anestesi.
Volume larutan anestetik yang tepat untuk anesthesia
epidural lumbal berkisar dari 15 – 25 ml. Studi pada sukarelawan muda
menunjukkan kebutuhan rata-rata adala 1,6 ml per segemen spinal yang
dianestesi. Pada ruang epidural torakal yang sempit kurang lebih dibutuhkan
setengahnya. Pasien yang tua, pasien hamil, dan pasien dengan tekanan
intra abdominal yang meningkat diperlukan volume anestetik local
lebih sedikit untuk mencapai distribusi yang diberikan.
Di bawah ini keuntungan penggunaan epidural.
• Delapan puluh persen ibu berhasil mengatasi rasa sakit.
• Tidak mengacaukan pikiran.
• Membantu dalam mengontrol tekanan darah tinggi.
• Mengembalikan kemampuan ibu mengontrol persalinan sehingga mengembalikan rasa percaya diri.
• Kini, epidural lebih canggih. Penggunaannya tidak memberi efek kebas pada kaki dan tangan.
• Delapan puluh persen ibu berhasil mengatasi rasa sakit.
• Tidak mengacaukan pikiran.
• Membantu dalam mengontrol tekanan darah tinggi.
• Mengembalikan kemampuan ibu mengontrol persalinan sehingga mengembalikan rasa percaya diri.
• Kini, epidural lebih canggih. Penggunaannya tidak memberi efek kebas pada kaki dan tangan.
Berikut ini kerugian penggunaan epidural.
• Mungkin, ibu merasa mati rasa hanya di sebagian tubuh. Sebagian kecil perut tidak mengalami efek pembiusan.
• Ibu harus tetap di tempat tidur dan merasa sangat menggigil.
• Mungkin, ibu membutuhkan infus di tangan karena epidural membuat tekanan darah beberapa wanita turun. Efeknya kurang baik bagi suplai oksigen ke bayi. Cara pencegahannya, tambah segera volume darah untuk membuat tekanan darah normal kembali.
• Mungkin, kateter terpasang di kandung kemih ibu. Penggunaan epidural menyebabkan ibu tidak dapat memperkirakan waktu untuk buang air kecil sehingga ibu buang air kecil secara otomatis.
• Mungkin, ibu merasa tidak sepenuhnya sadar. Dengan terpasangnya tiga tabung di tubuhnya, ibu harus diberi tahu saatnya mengejan jika efek pembiusan belum hilang pada tahap melahirkan.
• Epidural dapat memperpanjang waktu persalinan, khususnya fase mengejan dan melahirkan bayi.
• Denyut jantung bayi harus dimonitor sepanjang waktu.
• Ada kemungkinan penggunaan forsep atau vacum untuk membantu kelahiran bayi karena seringkali epidural membuat bayi tidak dapat bergerak ke posisi yang pas untuk dikeluarkan.
• Pada saat jarum epidural dicabut dan tabungnya dilepas, kemungkinan ada kebocoran cairan rongga epidura. Cairan ini dapat bergesekan dengan serabut saraf tulang belakang. Padahal, pergesekan sedikit saja dapat menimbulkan sakit kepala berat. Hal ini dapat diatasi dengan mengambil sedikit darah dari tangan ibu. Biasanya, sehari setelah kelahiran bayi dan menyuntikkannya ke punggung untuk menutup lubang akibat jarum epidural.
• Beberapa ibu mendapat masalah berkemih setelah menggunakan epidural.
• Epidural tidak dapat digunakan pada persalinan di rumah.
• Mungkin, ibu merasa mati rasa hanya di sebagian tubuh. Sebagian kecil perut tidak mengalami efek pembiusan.
• Ibu harus tetap di tempat tidur dan merasa sangat menggigil.
• Mungkin, ibu membutuhkan infus di tangan karena epidural membuat tekanan darah beberapa wanita turun. Efeknya kurang baik bagi suplai oksigen ke bayi. Cara pencegahannya, tambah segera volume darah untuk membuat tekanan darah normal kembali.
• Mungkin, kateter terpasang di kandung kemih ibu. Penggunaan epidural menyebabkan ibu tidak dapat memperkirakan waktu untuk buang air kecil sehingga ibu buang air kecil secara otomatis.
• Mungkin, ibu merasa tidak sepenuhnya sadar. Dengan terpasangnya tiga tabung di tubuhnya, ibu harus diberi tahu saatnya mengejan jika efek pembiusan belum hilang pada tahap melahirkan.
• Epidural dapat memperpanjang waktu persalinan, khususnya fase mengejan dan melahirkan bayi.
• Denyut jantung bayi harus dimonitor sepanjang waktu.
• Ada kemungkinan penggunaan forsep atau vacum untuk membantu kelahiran bayi karena seringkali epidural membuat bayi tidak dapat bergerak ke posisi yang pas untuk dikeluarkan.
• Pada saat jarum epidural dicabut dan tabungnya dilepas, kemungkinan ada kebocoran cairan rongga epidura. Cairan ini dapat bergesekan dengan serabut saraf tulang belakang. Padahal, pergesekan sedikit saja dapat menimbulkan sakit kepala berat. Hal ini dapat diatasi dengan mengambil sedikit darah dari tangan ibu. Biasanya, sehari setelah kelahiran bayi dan menyuntikkannya ke punggung untuk menutup lubang akibat jarum epidural.
• Beberapa ibu mendapat masalah berkemih setelah menggunakan epidural.
• Epidural tidak dapat digunakan pada persalinan di rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar