Kamis, 02 Juni 2016

Malpraktek



MAKALAH ETIKOLEGAL
MALPRAKTEK
DAN
 KASUS MALPRAKTEK

DISUSUN OLEH :
1. Okni Teistarara (15140013)
  2. Nurul Almi Samsu (15140003)
                                                3. Fatria Paneo
                                                4. Wulandari Nurdin
                                                5. Crystin Marsella
      6. Ny Kadek Mega D.L (15140025)


PROGRAM STUDI D-IV BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Malpraktek dan Kasus malpraktek” , untuk memenuhi tugas ETIKOLEGAL.
Dalam penulisan makalah ini penulis dibimbing oleh dosen pengampu, yang dengan inisiatif memberi dorongan dan petunjuk, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga lancarnya penulisan makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, sehingga pembaca dapat mengetahui lebih dalam tentang Malpraktek dan Kasus malpraktek yang telah terjadi.





Yogyakarta,    Mei 2016


Penulis





DAFTAR ISI






















BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Mengamati pemberitaan media massa akhir-akhir ini, terlihat peningkatan dugaan kasus malpraktek dan kelalaian medik di Indonesia, terutama yang berkenaan dengan kesalahan diagnosis dokter, bidan dan tenaga medis lainnya yang berdampak buruk terhadap pasiennya. Media massa marak memberitahukan tentang kasus gugatan/ tuntutan hukum (perdata dan/ atau pidana) kepada bidan, dokter dan tenaga medis lain, dan/ atau manajemen rumah sakit yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang menjadi korban dari tindakan malpraktik (malpractice) atau kelalaian medis.
Lepas dari fenomena tersebut, ada yang mempertanyakan apakah kasus-kasus itu terkategori malpraktik medik ataukah sekedar kelalaian (human error) dari sang bidan/dokter. Perlu diketahui dengan sangat, sejauh ini di negara kita belum ada ketentuan hukum tentang standar profesi kebidanan yang bisa mengatur kesalahan profesi.
1.2         Rumusan Masalah
1.      Apa itu malpraktek ?
2.      Apa saja jenis-jenis malpraktek ?
3.      Bagaimana cara pembuktian malpraktek ?
4.      Apa saja tanggung gugat malpraktek ?
5.      Bagaimana upaya menghadapi tindakan hukum ?
6.      Bagaimana upaya pencegahan malpraktek ?
1.3      Tujuan
1.      Menjelaskan apa itu malpraktek.
2.      Menjekaskan jens-jenis malpraktek.
3.      Menjelaskan cara pembuktian malpraktek.
4.      Menjelaskan macam-macam tanggung gugat.
5.      Menjelaskan upaya menghadapi tindakan hukum.
6.      Menjelaskan upaya pencegahan malpraktek.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Malpraktek                                                                                                     
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau bidan untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
2.2     Jenis-jenis Malpraktek
untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni :
1.          Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni :
a)      Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan    perbuatan          tercela.
b)    Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa                             kesengajaan(intensional), kecerobohan (reklessness) atau
       kealpaan (negligence).
a.       Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional) misalnya  melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP).
  b.     Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya
            melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.
c.       Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang
hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien.
Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang
                   lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
2.        Civil malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji).
Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain:
a.       Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
b.       Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi  
        terlambat  melakukannya.
c.        Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna
d.       Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
        Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
3.         Administrative malpractice
   Tenaga bidan  dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala  tenaga bidan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga bidan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga bidan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.



2.3    Cara Pembuktian Malpraktek
          Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni :
1.       Cara langsung
          Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D                         yakni :
          a. D uty (kewajiban)
                       Dalam hubungan perjanjian tenaga dokter dengan pasien, dokter haruslah
    bertindak berdsarkan :
    1) Adanya indikasi medis
    2) Bertindak secara hati-hati dan teliti
    3) Bekerja sesuai standar profesi
    4) Sudah ada informed consent.
b.  Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
     Jika seorang dokter melakukan tindakan menyimpang dari apa  yang       seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut     standard profesinya, maka dokter dapat dipersalahkan.
c. Direct Cause (penyebab langsung)
d. Damage (kerugian)     
 Dokter untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan dokter. Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien).
         2.       Cara tidak lansung
         Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur). Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:
                   


                  a.     Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila dokter tidak lalai
                   b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggungjawab dokter
                  c.     Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak                                 ada  contributory negligence.
2.4    Tanggung Gugat Malpraktek
          Di dalam transaksi teraputik ada beberapa macam tanggung gugat, antara lain:
1.       Contractualliability
                         Tanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban dari    hubungan kontraktual yang sudah disepakati. Di lapangan pengobatan, kewajiban yang harus dilaksanakan adalah daya upaya maksimal, bukan keberhasilan, karena health care provider baik tenaga kesehatan maupun rumah sakit hanya bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan yang tidak sesuai standar profesi/standar pelayanan.
          2.    Vicariusliability
Vicarius liability atau respondeat superior ialah tanggung gugat yang timbul atas  kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang ada dalam tanggung jawabnya (sub ordinate), misalnya rumah sakit akan bertanggung gugat atas kerugian pasien yang diakibatkan kelalaian perawat sebagai karyawannya.
   3.    Liability in tort
 Liability in tort adalah tanggung gugat atas perbuatan melawan hokum    (onrechtmatige daad). Perbuatan melawan hukum tidak terbatas haya perbuatan yang melawan hukum, kewajiban hukum baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, akan tetapi termasuk juga yang berlawanan dengan kesusilaan atau berlawanan dengan ketelitian yang patut dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang lain (Hogeraad 31 Januari 1919).
2.5     Upaya Pencegahan Malpraktek
1.      Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan Dengan adanya     kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga dokter, bidan dan  ahli kesehatan lainnya karena adanya mal praktek diharapkan para dokter,bidan dan ahli kesehatan lainnya dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni :
a.         Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena                             perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian                akan berhasil (resultaat verbintenis).
b.         Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c.         Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d.        Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
e.         Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala                  kebutuhannya.
f.          Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat                 sekitarnya.
2.    Upaya menghadapi tuntutan hukum
Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga      dokter,bidan dan ahli kesehatan lainnya menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga bidan,dokter dan ahli kesehatan lainnya seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian bidan,dokter dan ahli kesehatan lainnya. Apabila tuduhan kepada bidan,dokter dan ahli kesehatan lainnya merupakan criminal malpractice, maka tenaga bidan,dokter dan ahli kesehatan lainnya apat melakukan :
a.    Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal             bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada               doktrin-doktrin yang ada, misalnya bidan mengajukan bukti bahwa yang       terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of           treatment, atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap    batin (men rea)sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang                      dituduhkan.
b.     Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau          menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan        dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan       pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan        mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.
        Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya bidan menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya.Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana bidan digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (bidan) bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat.
       Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur),apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban(dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga kebidanan,dokter dan ahli kesehatan lainnya.
2.6    Kasus Malpraktek
Berikut adalah kasus yang terjadi  di Pinrang, Sulawesi Selatan. Pada hari Kamis, 10 Agustus 2006. Kasus tersebut bertema :
“ SUNGSANG, LAHIR KEPALA PUTUS “
Batu Dunia kedokteran di Malang Raya gempar. Seorang bidan bernama Linda Handayani, warga Jl. Pattimura Gg I Kota Batu, melakukan malpraktik saat menangani proses persalinan. Akibatnya, pasien bernama Nunuk Rahayu, 39 tahun tersebut terpaksa melahirkan anak ketiganya dengan hasil mengerikan. Bayi sungsang itu lahir dengan leher putus. Badan bayi keluar duluan, sedangkan kepalanya tertinggal di dalam rahim.
Kejadian ini membuat suami Nunuk, Wiji Muhaimin, 40 tahun sangat sedih dan terpuruk..Bayi yang diidam idamkan selama 9 bulan 10 hari itu ternyata lahir dengan cara yang sangat memprihatinkan.
Meski kejadian ini dirasakan sangat berat, Muhaimin akhirnya bisa juga menerima dan menganggap ini takdir Tuhan. Tetapi untuk kasus hukumnya, dia tetap menyerahkan ke yang berwenang. Dia berharap kasus ini bisa ditindaklanjuti dengan seadil-adilnya.
Dari penuturan beberapa warga sekitar, sebenarnya bidan Handayani adalah sosok bidan yang berpengalaman dan senior yang sudah berusia 60 tahun. Dia sudah praktik puluhan tahun. Dengan demikian, masyarakat juga merasa kaget mendengar kabar mengerikan itu datang dari bidan Handayani.
Kabar ini juga menyentak kalangan DPRD kota Batu. Menurut ketua Fraksi Gabungan Sugeng Minto Basuki, bidan Handayani memang sangat terkenal di Batu. Kata dia, umurnya sudah 60 tahun lebih. Namun, atas kasus ini dia meminta dinas kesehatan melakukan recovery lagi terhadap para bidan yang ada di Batu. Dengan demikian kasus mengerikan semacam ini tidak akan terulang lagi. Dan suami korban meminta kepada polisi agar segera mengusut kasus ini bahkan meminta agar izin praktek bidan tersebut dicabut dan di hukum seadil-adilnya.
2.7    Analisis Kasus
Masalah yang terjadi pada pasien dengan putusnya kepala bayi pada saat proses persalinan merupakan kasus malpraktik karena kelalaian dari tenaga kesehatan (bidan) sehingga menyebabkan orang tua korban sangat terpuruk dengan yang dialami oleh sang buah hatinya yang sangat diidamkan selama 9 bulan.
Keluarga korban merasa tidak bisa menerima dan mengajukan kasus ini untuk ditindak lanjuti. Keluarga korban meminta agar bidan tersebut kalau perlu di cabut surat ijin prakteknya. Pada dasarnya kelalaian dapat terjadi apabila bidan melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh ahlinya atau dokter yang memiliki kewenangan khusus menangani yang sudah menjadi bagian dari tugas dan tanggung jawabnya. Sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian diatur dalam Pasal 136 yang berbunyi: “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.









BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
        Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi        yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
       Sedangkan difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau bidan untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
Berdasarkan kasus yang telah disebutkan dantelah kami pelajari, dapat disimpulkan bahwa masih kurang jelas apakah pada kasus tersebut ada unsur sengaja atau tidak sengaja. Masih banyak hal yang harus dibuktikan dalam kasus ini. Jadi bidan tersebut hendaknya menjelaskan pada proses keadilan tentang hal sebenarnya.
Selanjutnya apabila keluarga  menuduh bidan tersebut telah melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.
3.2    Saran
          1.   Sebagai tenaga kesehatan tentunya sebelum kita terjun ke masyrakat kita harus                     membekali diri kita dengan pengetahuan dan keterampilan. Dan tidak berhenti                          untuk selalu mengupdate info-info terbaru tentang kebidanan. Dan terus                                           mengembangkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
         2.   Dalam memberikan pelayanan kita harus bekerja sesuai dengan kode etik kebidanan            dan standar asuhan kebidanan sehingga akan tercipta mutu dalam pelayanan.
         3.   Kita tidak boleh terlalu sombong dengan mengganggap diri sudah sangat kompoten          karena hal demikian akan terkadang membuat kita terjatuh. Jadi intinya, kita tetap         harus berhati-hati, tidak ceroboh dan berusaha untk terus melakukan yang terbaik
         4.   Terakhir, kita adalah seorang bidan, dimana bidan adalah yang paling dekat dengan           perempuan. Oleh karena itu, kita harus bekerja dengan hati nurani penuh kasih                           sayang. Dan memberikan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasien.
         5.   Dan jangan lupa unuk selalu melakukan informed consent sebelum melakukan                    tindakan.
















DAFTAR PUSTAKA
http://www.cara-menghilangkanjerawat.com/2015/02/pengertian-malpraktek-medik-dan-aspek.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar