MAKALAH ETIKOLEGAL
MALPRAKTEK
DAN
KASUS MALPRAKTEK
DISUSUN OLEH :
1. Okni Teistarara (15140013)
2. Nurul
Almi Samsu (15140003)
3. Fatria Paneo
4. Wulandari Nurdin
5. Crystin Marsella
6. Ny Kadek Mega D.L (15140025)
PROGRAM STUDI D-IV BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Malpraktek dan Kasus malpraktek”
, untuk memenuhi tugas ETIKOLEGAL.
Dalam
penulisan makalah ini penulis dibimbing oleh dosen pengampu, yang dengan
inisiatif memberi dorongan dan petunjuk, sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu sehingga lancarnya penulisan makalah ini.
Penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, sehingga pembaca
dapat mengetahui lebih dalam tentang Malpraktek
dan Kasus malpraktek yang telah terjadi.
Yogyakarta, Mei 2016
Penulis
DAFTAR ISI
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Mengamati pemberitaan media massa akhir-akhir ini,
terlihat peningkatan dugaan kasus malpraktek dan kelalaian medik di Indonesia,
terutama yang berkenaan dengan kesalahan diagnosis dokter, bidan dan tenaga
medis lainnya yang berdampak buruk terhadap pasiennya. Media massa marak
memberitahukan tentang kasus gugatan/ tuntutan hukum (perdata dan/ atau pidana)
kepada bidan, dokter dan tenaga medis lain, dan/ atau manajemen rumah sakit
yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang menjadi korban dari tindakan
malpraktik (malpractice) atau kelalaian medis.
Lepas dari fenomena tersebut, ada
yang mempertanyakan apakah kasus-kasus itu terkategori malpraktik medik ataukah
sekedar kelalaian (human error) dari sang bidan/dokter. Perlu diketahui dengan
sangat, sejauh ini di negara kita belum ada ketentuan hukum tentang standar
profesi kebidanan yang bisa mengatur kesalahan profesi.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa itu malpraktek ?
2. Apa saja jenis-jenis malpraktek ?
3. Bagaimana cara pembuktian malpraktek ?
4. Apa saja tanggung gugat malpraktek ?
5. Bagaimana upaya menghadapi tindakan hukum ?
6. Bagaimana upaya pencegahan malpraktek ?
1.3 Tujuan
1.
Menjelaskan apa itu
malpraktek.
2.
Menjekaskan
jens-jenis malpraktek.
3.
Menjelaskan cara
pembuktian malpraktek.
4.
Menjelaskan macam-macam
tanggung gugat.
5.
Menjelaskan upaya
menghadapi tindakan hukum.
6.
Menjelaskan upaya
pencegahan malpraktek.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Malpraktek
Malpraktek
merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi
yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktek”
mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktek berarti
“pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Meskipun arti harfiahnya demikian
tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya
tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan difinisi
malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau bidan
untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan
merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka
menurut ukuran dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de
Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
2.2 Jenis-jenis
Malpraktek
untuk malpraktek
hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori
sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni :
1. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal
malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni
:
a)
Perbuatan
tersebut (positive act maupun negative act) merupakan
perbuatan tercela.
b) Dilakukan dengan sikap batin yang
salah (mens rea) yang berupa kesengajaan(intensional), kecerobohan (reklessness) atau
kealpaan (negligence).
a. Criminal
malpractice yang bersifat sengaja (intensional) misalnya
melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP),
membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal
263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP).
b. Criminal
malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya
melakukan tindakan medis tanpa
persetujuan pasien informed consent.
c.
Criminal
malpractice yang bersifat negligence (lalai)
misalnya kurang
hati-hati
mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien.
Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal
malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu
tidak dapat dialihkan kepada orang
lain atau kepada rumah sakit/sarana
kesehatan.
2. Civil
malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil
malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya
sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji).
Tindakan
tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain:
a.
Tidak
melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
b.
Melakukan
apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
terlambat melakukannya.
c. Melakukan
apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna
d.
Melakukan
apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggung jawaban civil
malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula
dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius
liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat
bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan)
selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
3. Administrative
malpractice
Tenaga bidan dikatakan telah melakukan administrative
malpractice manakala tenaga bidan
tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa
dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan
menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya
tentang persyaratan bagi tenaga bidan untuk menjalankan profesinya
(Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta
kewajiban tenaga bidan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka
tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar
hukum administrasi.
2.3 Cara
Pembuktian Malpraktek
Dalam kasus atau gugatan adanya civil
malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni :
1. Cara langsung
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :
a. D uty (kewajiban)
1. Cara langsung
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :
a. D uty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga dokter dengan pasien, dokter haruslah
bertindak
berdsarkan :
1) Adanya indikasi medis
2) Bertindak secara hati-hati dan teliti
3) Bekerja sesuai standar profesi
4) Sudah ada informed consent.
b. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
1) Adanya indikasi medis
2) Bertindak secara hati-hati dan teliti
3) Bekerja sesuai standar profesi
4) Sudah ada informed consent.
b. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang dokter melakukan tindakan
menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang
seharusnya dilakukan menurut standard
profesinya, maka dokter dapat dipersalahkan.
c. Direct
Cause (penyebab langsung)
d. Damage (kerugian)
d. Damage (kerugian)
Dokter untuk dapat dipersalahkan haruslah ada
hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang
diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela
diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome)
negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan dokter. Sebagai adagium dalam
ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus
diberikan oleh si penggugat (pasien).
2. Cara tidak lansung
Cara
tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan
mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan
(doktrin res ipsa loquitur). Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila
fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:
a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi
apabila dokter tidak lalai
b. Fakta itu terjadi memang berada dalam
tanggungjawab dokter
c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory negligence.
c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory negligence.
2.4 Tanggung
Gugat Malpraktek
Di dalam transaksi teraputik ada
beberapa macam tanggung gugat, antara lain:
1.
Contractualliability
Tanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak
dipenuhinya kewajiban dari hubungan
kontraktual yang sudah disepakati. Di lapangan pengobatan, kewajiban yang harus
dilaksanakan adalah daya upaya maksimal, bukan keberhasilan, karena health care
provider baik tenaga kesehatan maupun rumah sakit hanya bertanggung jawab atas
pelayanan kesehatan yang tidak sesuai standar profesi/standar pelayanan.
2.
Vicariusliability
Vicarius liability atau respondeat superior ialah tanggung gugat yang timbul atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang ada dalam tanggung jawabnya (sub ordinate), misalnya rumah sakit akan bertanggung gugat atas kerugian pasien yang diakibatkan kelalaian perawat sebagai karyawannya.
Vicarius liability atau respondeat superior ialah tanggung gugat yang timbul atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang ada dalam tanggung jawabnya (sub ordinate), misalnya rumah sakit akan bertanggung gugat atas kerugian pasien yang diakibatkan kelalaian perawat sebagai karyawannya.
3. Liability in tort
Liability in tort adalah tanggung gugat atas perbuatan melawan hokum (onrechtmatige daad). Perbuatan melawan hukum tidak terbatas haya perbuatan yang melawan hukum, kewajiban hukum baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, akan tetapi termasuk juga yang berlawanan dengan kesusilaan atau berlawanan dengan ketelitian yang patut dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang lain (Hogeraad 31 Januari 1919).
Liability in tort adalah tanggung gugat atas perbuatan melawan hokum (onrechtmatige daad). Perbuatan melawan hukum tidak terbatas haya perbuatan yang melawan hukum, kewajiban hukum baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, akan tetapi termasuk juga yang berlawanan dengan kesusilaan atau berlawanan dengan ketelitian yang patut dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang lain (Hogeraad 31 Januari 1919).
2.5 Upaya Pencegahan Malpraktek
1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan
Dengan adanya kecenderungan
masyarakat untuk menggugat tenaga dokter, bidan dan ahli kesehatan lainnya karena adanya mal
praktek diharapkan para dokter,bidan dan ahli kesehatan lainnya dalam
menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni :
a.
Tidak menjanjikan
atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning
verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat
verbintenis).
b.
Sebelum melakukan
intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c.
Mencatat semua
tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d.
Apabila terjadi
keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
e.
Memperlakukan pasien
secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.
f.
Menjalin komunikasi
yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
2. Upaya
menghadapi tuntutan hukum
Apabila upaya
kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga dokter,bidan dan ahli kesehatan lainnya
menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga bidan,dokter dan ahli kesehatan lainnya
seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif
membuktikan kelalaian bidan,dokter dan ahli kesehatan lainnya. Apabila
tuduhan kepada bidan,dokter dan ahli kesehatan lainnya merupakan criminal malpractice, maka tenaga
bidan,dokter dan ahli kesehatan lainnya apat melakukan :
a. Informal
defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa
tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya
bidan mengajukan bukti bahwa yang terjadi
bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment, atau
mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea)sebagaimana disyaratkan dalam
perumusan delik yang dituduhkan.
b. Formal/legal defence, yakni melakukan
pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk
pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur
pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan
untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya
bidan menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan
diserahkan kepadanya.Pada perkara perdata dalam tuduhan civil
malpractice dimana bidan digugat membayar ganti rugi sejumlah uang,
yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan
perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan
perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar
gugatan bahwa tergugat (bidan) bertanggung jawab atas derita (damage) yang
dialami penggugat.
Untuk membuktikan adanya civil
malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang
dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur),apalagi
untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban(dereliction of
duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban
dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang
harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah
yang menguntungkan tenaga kebidanan,dokter dan ahli kesehatan lainnya.
2.6 Kasus
Malpraktek
Berikut
adalah kasus yang terjadi di Pinrang,
Sulawesi Selatan. Pada hari Kamis, 10 Agustus 2006. Kasus tersebut bertema :
“
SUNGSANG, LAHIR KEPALA PUTUS “
Batu
Dunia kedokteran di Malang Raya gempar. Seorang bidan bernama Linda Handayani,
warga Jl. Pattimura Gg I Kota Batu, melakukan malpraktik saat menangani proses
persalinan. Akibatnya, pasien bernama Nunuk Rahayu, 39 tahun tersebut terpaksa
melahirkan anak ketiganya dengan hasil mengerikan. Bayi sungsang itu lahir
dengan leher putus. Badan bayi keluar duluan, sedangkan kepalanya tertinggal di
dalam rahim.
Kejadian
ini membuat suami Nunuk, Wiji Muhaimin, 40 tahun sangat sedih dan
terpuruk..Bayi yang diidam idamkan selama 9 bulan 10 hari itu ternyata lahir
dengan cara yang sangat memprihatinkan.
Meski
kejadian ini dirasakan sangat berat, Muhaimin akhirnya bisa juga menerima dan
menganggap ini takdir Tuhan. Tetapi untuk kasus hukumnya, dia tetap menyerahkan
ke yang berwenang. Dia berharap kasus ini bisa ditindaklanjuti dengan
seadil-adilnya.
Dari
penuturan beberapa warga sekitar, sebenarnya bidan Handayani adalah sosok bidan
yang berpengalaman dan senior yang sudah berusia 60 tahun. Dia sudah praktik
puluhan tahun. Dengan demikian, masyarakat juga merasa kaget mendengar kabar
mengerikan itu datang dari bidan Handayani.
Kabar
ini juga menyentak kalangan DPRD kota Batu. Menurut ketua Fraksi Gabungan
Sugeng Minto Basuki, bidan Handayani memang sangat terkenal di Batu. Kata dia,
umurnya sudah 60 tahun lebih. Namun, atas kasus ini dia meminta dinas kesehatan
melakukan recovery lagi terhadap para bidan yang ada di Batu. Dengan demikian
kasus mengerikan semacam ini tidak akan terulang lagi. Dan suami korban meminta
kepada polisi agar segera mengusut kasus ini bahkan meminta agar izin praktek
bidan tersebut dicabut dan di hukum seadil-adilnya.
2.7 Analisis
Kasus
Masalah
yang terjadi pada pasien dengan putusnya kepala bayi pada saat proses
persalinan merupakan kasus malpraktik karena kelalaian dari tenaga kesehatan
(bidan) sehingga menyebabkan orang tua korban sangat terpuruk dengan yang
dialami oleh sang buah hatinya yang sangat diidamkan selama 9 bulan.
Keluarga
korban merasa tidak bisa menerima dan mengajukan kasus ini untuk ditindak
lanjuti. Keluarga korban meminta agar bidan tersebut kalau perlu di cabut surat
ijin prakteknya. Pada dasarnya kelalaian dapat terjadi apabila bidan melakukan
sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya
dilakukan oleh ahlinya atau dokter yang memiliki kewenangan khusus menangani
yang sudah menjadi bagian dari tugas dan tanggung jawabnya. Sedangkan kerugian
yang diakibatkan oleh kelalaian diatur dalam Pasal 136 yang berbunyi: “Setiap
orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya,
tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Malpraktek merupakan istilah yang
sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai
arti “salah” sedangkan “praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”,
sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Meskipun
arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk
menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan difinisi malpraktek profesi
kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau bidan untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan
merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka
menurut ukuran dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de
Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
Berdasarkan
kasus yang telah disebutkan dantelah kami pelajari, dapat disimpulkan bahwa
masih kurang jelas apakah pada kasus tersebut ada unsur sengaja atau tidak
sengaja. Masih banyak hal yang harus dibuktikan dalam kasus ini. Jadi bidan
tersebut hendaknya menjelaskan pada proses keadilan tentang hal sebenarnya.
Selanjutnya
apabila keluarga menuduh bidan tersebut telah melakukan kealpaan sehingga
mengakibatkan pasien meninggal dunia, maka yang harus dibuktikan adalah adanya
unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa
atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.
3.2 Saran
1. Sebagai
tenaga kesehatan tentunya sebelum kita terjun ke masyrakat kita harus membekali diri kita dengan pengetahuan
dan keterampilan. Dan tidak berhenti untuk selalu mengupdate info-info terbaru
tentang kebidanan. Dan terus mengembangkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi.
2. Dalam
memberikan pelayanan kita harus bekerja sesuai dengan kode etik kebidanan
dan standar asuhan kebidanan sehingga akan tercipta mutu dalam
pelayanan.
3.
Kita tidak boleh terlalu sombong dengan mengganggap diri sudah sangat
kompoten karena hal demikian akan terkadang membuat
kita terjatuh. Jadi intinya, kita tetap harus berhati-hati, tidak ceroboh dan
berusaha untk terus melakukan yang terbaik
4.
Terakhir, kita adalah seorang
bidan, dimana bidan adalah yang paling dekat dengan perempuan. Oleh
karena itu, kita harus bekerja dengan hati nurani penuh kasih sayang. Dan memberikan sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan pasien.
5.
Dan jangan lupa unuk selalu melakukan informed consent sebelum melakukan
tindakan.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.cara-menghilangkanjerawat.com/2015/02/pengertian-malpraktek-medik-dan-aspek.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar