Aspek Sosial Budaya dalam Kesehatan Anak
a. Tradisi pemberian
makanan pada keluarga
Salah satu faktor
yang secara langsung dapat mempengaruhi kondisi kesehatan bayi adalah makanan
yang diberikan. Dalam setiap masyarakat ada aturan-aturan yang menentukan
kuantitas, kualitas dan jenis-jenis makanan yang seharusnya dan tidak
seharusnya dikonsumsi oleh anggota-anggota suatu rumah tangga, sesuai dengan
kedudukan, usia, jenis kelamin dan situasi-situasi tertentu. Misalnya, ibu yang
sedang hamil tidak diperbolehkan atau dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan
tertentu; ayah yang bekerja sebagai pencari nafkah berhak mendapat jumlah
makanan yang lebih banyak dan bagian yang lebih baik daripada anggota keluarga
yang lain; atau anak laki-laki diberi makan lebih dulu daripada anak perempuan.
Walaupun pola makan ini sudah menjadi tradisi ataupun kebiasaan,namun yang
paling berperan mengatur menu setiap hari dan mendistribusikan makanan kepada
keluarga adalah ibu; dengan kata lain ibu mempunyai peran sebagai gate- keeper
dari keluarga.
b. Masa pemberian ASI
Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat
konsepsi budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan pola pemberian
makan pada bayi yang berbeda, dengan konsepsi kesehatan modern. Sebagai contoh,
pemberian ASI menurut konsep kesehatan moderen ataupun medis dianjurkan selama
2 (dua) tahun dan pemberian makanan tambahan berupa makanan padat sebaiknya
dimulai sesudah bayi berumur 4 tahun.
c. Pola pemberian ASI
Walaupun pada masyarakat tradisional pemberian ASI bukan merupakan
permasalahan yang besar karena pada umumnya ibu memberikan bayinya ASI, namun
yang menjadi permasalahan adalah pola pemberian ASI yang tidak sesuai dengan
konsep medis sehingga menimbulkan dampak negatif pada kesehatan dan pertumbuhan
bayi. Disamping pola pemberian yang salah, kualitas ASI juga kurang. Hal ini
disebabkan banyaknya pantangan terhadap makanan yang dikonsumsi si ibu baik
pada saat hamil maupun sesudah melahirkan.
Di beberapa daerah ada yang memantangkan ibu yang menyusui untuk memakan
telur.
d. Pengobatan dan penyakit
Menurut Foster dan Anderson
(1978: 37), masalah kesehatan selalu berkaitan dengan dua hal yaitu sistem
teori penyakit dan sistem perawatan penyakit. Sistemteori penyakit lebih
menekankan pada penyebab sakit, teknik-teknik pengobatan pengobatan penyakit.
Sementara, sistem perawatan penyakit merupakan suatu institusi sosial yang
melibatkan interaksi beberapa orang, paling tidak interaksi antar pasien dengan
si penyembuh, apakah itu dokter atau dukun. Persepsi terhadap penyebab penyakit
akan menentukan cara pengobatannya. Penyebab penyakit dapat dikategorikan ke
dalam dua golongan yaitu personalistik dan naturalistik. Penyakit-penyakit yang
dianggap timbul karena adanya intervensi dari agen tertentu seperti perbuatan
orang, hantu, mahluk halus dan lain-lain termasuk dalam golongan personalistik.
Sementara yang termasuk dalam golongan naturalistik adalah penyakit- penyakit
yang disebabkan oleh kondisi alam seperti cuaca, makanan, debu dan lain-lain.
Dari sudut pandang sistem medis moderen adanya persepsi masyarakat yang
berbeda terhadap penyakit seringkali menimbulkan permasalahan. Sebagai contoh
ada masyarakat pada beberapa daerah beranggapan bahwa bayi yang mengalami
kejang- kejang disebabkan karena kemasukan roh halus, dan hanya dukun yang
dapat menyembuhkannya. Padahal kejang-kejang tadi mungkin disebabkan oleh demam
yang tinggi, atau adanya radang otak yang bila tidak disembuhkan dengan cara
yang tepat dapat menimbulkan kematian.
Kepercayaan-kepercayaan lain terhadap demam dan diare pada bayi adalah
karena bayi tersebut bertambah kepandaiannya seperti sudah mau jalan. Ada pula
yang menganggap bahwa diare yang sering diderita oleh bayi dan anak-anak
disebabkan karena pengaruh udara, yang sering dikenal dengan istilah “masuk
angin”. Karena persepsi terhadap penyebab penyakit berbeda-beda, maka
pengobatannyapun berbeda-beda. Misalnya, di suatu daerah dianggap bahwa diare
ini disebabkan karena “masuk angin” yang dipersepsikan sebagai “mendinginnya”
badan anak maka perlu diobati dengan bawang merah karena dapat memanaskan badan
si anak.
e. Mitos-mitos daerah kalimantan tengah
Sebagian besar masyarakat sudah banyak yang meninggalkan mitos atau aspek
sosial budaya yang berkaitan dengan bayi baru lahir. Namun, masih ada beberapa
orang yang mempercayai mitos tersebut. Mitos atau aspek budaya yang masih
dipercayai dan diyakini yaitu :
a. Bayi dibedong agar hangat dan
kaki tidak bengkok.
b. Pemakaian gurita agar bayi tidak kembung.
c. Pemakaian gelang yang
terbuat dari potongan benang hitam agar bayi tidak terkena
sawan (makhluk halus).
d. Tali pusat bayi yang telah mengering disimpan
untuk digunakan pada saat bayi sakit. Cara pemakaiannya adalah dengan
memandikan bayi dengan air rendaman tali pusat.
e. Di bawah bantal di taruh kaca,merica biji,bawang
merah tunggal,ayat suci gunanya menghindari bayi dari mahluk halus,karna bayi
masih bau harum
f. Di alis bayi setiap sore di olesi arang dari tungku
tempat masak,gunanya agar bayi tidak bisa melihat mahluk halus
f. Contoh kasus yang ada di budaya Kalimantan
Tengah.
Di kehidupan masyarakat, budaya Kalimantan tengah
mempunyai kepercayaan apabila anak kecil sedang mengalami cegukan maka pihak
orang tua akan meletakkan benang baju yang sedang di gunakan oleh anak tersebut
di kepala anak itu. Maka beberapa menit cegukan itu akan hilang dengan
sendirinya tanpa anak tersebut diberi minum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar