Kamis, 02 Juni 2016

Aspek Sosial Budaya yang Mempengaruhi Kesehatan Anak



                                                 Aspek Sosial Budaya dalam Kesehatan Anak
            a.   Tradisi pemberian makanan pada keluarga
Salah satu faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi kondisi kesehatan bayi adalah makanan yang diberikan. Dalam setiap masyarakat ada aturan-aturan yang menentukan kuantitas, kualitas dan jenis-jenis makanan yang seharusnya dan tidak seharusnya dikonsumsi oleh anggota-anggota suatu rumah tangga, sesuai dengan kedudukan, usia, jenis kelamin dan situasi-situasi tertentu. Misalnya, ibu yang sedang hamil tidak diperbolehkan atau dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tertentu; ayah yang bekerja sebagai pencari nafkah berhak mendapat jumlah makanan yang lebih banyak dan bagian yang lebih baik daripada anggota keluarga yang lain; atau anak laki-laki diberi makan lebih dulu daripada anak perempuan. Walaupun pola makan ini sudah menjadi tradisi ataupun kebiasaan,namun yang paling berperan mengatur menu setiap hari dan mendistribusikan makanan kepada keluarga adalah ibu; dengan kata lain ibu mempunyai peran sebagai gate- keeper dari keluarga.
b. Masa pemberian ASI
Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan pola pemberian makan pada bayi yang berbeda, dengan konsepsi kesehatan modern. Sebagai contoh, pemberian ASI menurut konsep kesehatan moderen ataupun medis dianjurkan selama 2 (dua) tahun dan pemberian makanan tambahan berupa makanan padat sebaiknya dimulai sesudah bayi berumur 4 tahun.
c. Pola pemberian ASI
Walaupun pada masyarakat tradisional pemberian ASI bukan merupakan permasalahan yang besar karena pada umumnya ibu memberikan bayinya ASI, namun yang menjadi permasalahan adalah pola pemberian ASI yang tidak sesuai dengan konsep medis sehingga menimbulkan dampak negatif pada kesehatan dan pertumbuhan bayi. Disamping pola pemberian yang salah, kualitas ASI juga kurang. Hal ini disebabkan banyaknya pantangan terhadap makanan yang dikonsumsi si ibu baik pada saat hamil maupun sesudah melahirkan.
Di beberapa daerah ada yang memantangkan ibu yang menyusui untuk memakan telur.
d. Pengobatan dan penyakit
Menurut Foster dan Anderson (1978: 37), masalah kesehatan selalu berkaitan dengan dua hal yaitu sistem teori penyakit dan sistem perawatan penyakit. Sistemteori penyakit lebih menekankan pada penyebab sakit, teknik-teknik pengobatan pengobatan penyakit. Sementara, sistem perawatan penyakit merupakan suatu institusi sosial yang melibatkan interaksi beberapa orang, paling tidak interaksi antar pasien dengan si penyembuh, apakah itu dokter atau dukun. Persepsi terhadap penyebab penyakit akan menentukan cara pengobatannya. Penyebab penyakit dapat dikategorikan ke dalam dua golongan yaitu personalistik dan naturalistik. Penyakit-penyakit yang dianggap timbul karena adanya intervensi dari agen tertentu seperti perbuatan orang, hantu, mahluk halus dan lain-lain termasuk dalam golongan personalistik. Sementara yang termasuk dalam golongan naturalistik adalah penyakit- penyakit yang disebabkan oleh kondisi alam seperti cuaca, makanan, debu dan lain-lain.
Dari sudut pandang sistem medis moderen adanya persepsi masyarakat yang berbeda terhadap penyakit seringkali menimbulkan permasalahan. Sebagai contoh ada masyarakat pada beberapa daerah beranggapan bahwa bayi yang mengalami kejang- kejang disebabkan karena kemasukan roh halus, dan hanya dukun yang dapat menyembuhkannya. Padahal kejang-kejang tadi mungkin disebabkan oleh demam yang tinggi, atau adanya radang otak yang bila tidak disembuhkan dengan cara yang tepat dapat menimbulkan kematian.
Kepercayaan-kepercayaan lain terhadap demam dan diare pada bayi adalah karena bayi tersebut bertambah kepandaiannya seperti sudah mau jalan. Ada pula yang menganggap bahwa diare yang sering diderita oleh bayi dan anak-anak disebabkan karena pengaruh udara, yang sering dikenal dengan istilah “masuk angin”. Karena persepsi terhadap penyebab penyakit berbeda-beda, maka pengobatannyapun berbeda-beda. Misalnya, di suatu daerah dianggap bahwa diare ini disebabkan karena “masuk angin” yang dipersepsikan sebagai “mendinginnya” badan anak maka perlu diobati dengan bawang merah karena dapat memanaskan badan si anak.
e.  Mitos-mitos daerah kalimantan tengah
Sebagian besar masyarakat sudah banyak yang meninggalkan mitos atau aspek sosial budaya yang berkaitan dengan bayi baru lahir. Namun, masih ada beberapa orang yang mempercayai mitos tersebut. Mitos atau aspek budaya yang masih dipercayai dan diyakini yaitu :
a.    Bayi dibedong agar hangat dan kaki tidak bengkok.
b.    Pemakaian gurita agar bayi tidak kembung.
c.    Pemakaian gelang yang terbuat dari potongan benang hitam agar bayi tidak         terkena sawan (makhluk halus).
d.    Tali pusat bayi yang telah mengering disimpan untuk digunakan pada saat bayi sakit. Cara pemakaiannya adalah dengan memandikan bayi dengan air rendaman tali pusat.
e.    Di bawah bantal di taruh kaca,merica biji,bawang merah tunggal,ayat suci gunanya menghindari bayi dari mahluk halus,karna bayi masih bau harum
f.    Di alis bayi setiap sore di olesi arang dari tungku tempat masak,gunanya agar bayi tidak bisa melihat mahluk halus
f.   Contoh kasus yang ada di budaya Kalimantan Tengah.
Di kehidupan masyarakat, budaya Kalimantan tengah mempunyai kepercayaan apabila anak kecil sedang mengalami cegukan maka pihak orang tua akan meletakkan benang baju yang sedang di gunakan oleh anak tersebut di kepala anak itu. Maka beberapa menit cegukan itu akan hilang dengan sendirinya tanpa anak tersebut diberi minum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar